Frans Kaisiepo: Pahlawan Dalam Uang Pecahan Rp.10.000
Frans Kaisiepo lahir pada 10 Oktober 1921 di Wardo, Biak, serta wafat 10 April 1979. Taman Makam Pahlawan Cendrawasih, Jayapura menjadi tempat Ia dimakamkan. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 077/TK/1993 atas jasa-jasanya. Kini Ia diabadikan dalam uang Rp10.000, Bandara Frans Kaisiepo di Biak, serta kapal TNI AL.
Perjuangan Awal Melawan Belanda
Sedari muda, Frans selalu aktif memperjuangkan kemerdekaan Papua. Ia selalu berani untuk mengibarkan Bendera Merah Putih dan menyanyikan Indonesia Raya walaupun masih dalam jajahan Belanda. Frans menjadi satu-satunya orang asli Papua dalam Konferensi Malino 1946, yang menolak keras rencana Belanda untuk membuat Papua menjadi bagian Negara Indonesia Timur (NIT). Ia justru bersikeras Papua harus menyatu dengan Indonesia. Dalam forum itu juga Ia memperkenalkan nama “Irian”, dari bahasa Biak yang memiliki arti cahaya yang mengusir kegelapan.
Peran dalam Penyatuan Papua
Frans turut andil untuk menggerakkan pemberontakan rakyat Biak tahun 1948 untuk mengusir Belanda. Tahun 1949, Ia menolak dijadikan delegasi Belanda pada Konferensi Meja Bundar. Ia mendirikan Partai Irian Sebagian Indonesia (ISI) pada tahun 1961 untuk memperjuangkan penyatuan Papua dengan Indonesia. Perjuangan panjang itu membuahkan hasil lewat Perjanjian New York 1963, yang menyatakan Papua resmi menjadi bagian dari Indonesia. Setahun setelahnya, Frans Kaisiepo diangkat menjadi Gubernur keempat Irian (Papua) hingga tahun 1973. Lalu Ia dipercaya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung.
Warisan Sang Pahlawan
Frans Kaisiepo dikenang sebagai pahlawan yang mengusir kegelapan penjajahan dengan cahaya persatuan. Jasa-jasanya tidak hanya untuk Papua, namun bagi seluruh Indonesia.
