Cut Nyak Meutia: Pahlawan Perempuan Aceh yang Pantang Menyerah

Cut Nyak Meutia adalah salah satu pahlawan perempuan Indonesia yang dikenal karena keberaniannya melawan penjajahan Belanda. Kisah hidupnya penuh perjuangan dan pengorbanan hingga akhir hayat.
Awal Kehidupan Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia lahir pada 1870 di Aceh, tiga tahun sebelum pecahnya Perang Aceh. Sejak muda ia dikenal berkarakter kuat dan memiliki semangat juang yang tinggi. Ia sempat menikah dengan Teuku Syam Sareh, namun pernikahan itu tidak bertahan lama.
Perjuangan Bersama Teuku Cik Tunong
Cut Meutia kemudian menikah dengan Teuku Cik Tunong, seorang pemimpin perlawanan rakyat Aceh. Bersama suaminya, ia aktif melawan Belanda, termasuk melakukan sabotase jalur kereta api yang digunakan untuk mengangkut pasukan kolonial.
Namun pada tahun 1905, Cik Tunong ditangkap dan dieksekusi Belanda. Peristiwa ini tidak membuat Cut Meutia menyerah, justru semakin menguatkan tekadnya untuk meneruskan perjuangan rakyat Aceh.
Menjadi Pemimpin Perlawanan
Setelah Pang Nanggroe gugur di medan perang, Cut Meutia dipercaya memimpin pasukan. Dengan keberanian luar biasa, ia membawa semangat baru bagi barisan pejuang meski jumlah mereka semakin kecil.
Pada 26 September 1910, di Alue Kurieng, ia memimpin pertempuran sengit melawan Belanda. Meski tertembak di bagian kaki, Cut Meutia terus melawan dengan pedang di tangannya hingga akhirnya gugur sebagai syuhada.
Gelar Perjuangan
Sebelum wafat, Cut Meutia berpesan agar putranya, Teuku Raja Sabi, diselamatkan. Pesan itu berhasil dijalankan hingga sang anak tumbuh dan menyaksikan kemerdekaan Indonesia. Atas jasanya, pemerintah melalui Keppres No. 107 Tahun 1964 menganugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional kepada Cut Nyak Meutia.